Saturday, September 17, 2016

MAKALAH OTONOMI KHUSUS DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

OTONOMI KHUSUS DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara yang menganut bentuk Negara Kesatuan (Unitary) namun hal ini akan berbeda ketika kita lihat dalam sistem Pemerintahan Daerah dalam Negara Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip Federalisme seperti otonomi daerah. Ada sebuah kolaborasi yang “unik” berkaitan dengan prinsip kenegaraan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat utamanya paska reformasi.
Konsep otonomi daerah sebenarnya lebih mirip sistem dalam Negara Federal, dimana pada umumnya dipahami bahwa dalam sistem Federal, konsep kekuasaan asli atau kekuasaan sisa (residual power) berada di daerah atau bagian, sedangkan dalam sistem Negara Kesatuan (unitary), kekuasaan asli atau kekuasaan sisa itu berada di pusat sehingga terdapat pengalihan kekuasaan pemerintah dari pusat kedaerah padahal dalam Negara Kesatuan idealnya semua kebijakan terdapat di tangan Pemerintahan Pusat.[1]
Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan. Penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang digulir oleh pemerintah sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penetapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam konteks ini, kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa implikasi terhadap perubahan paradigma pembangunan yang dewasa ini diwarnai dengan isyarat globalisasi. Konsekuensinya, berbagai kebijakan publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menjadi bagian dari dinamika yang harus direspon dalam kerangka proses demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal. Harapan tersebut muncul oleh karena kebijakan ini dipandang sebagai jalan baru untuk menciptakan suatu tatanan yang lebih baik dalam sebuah skema good governance dengan segala prinsip dasarnya.
Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatakan bahwa “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Pasal ini mengatur dengan tegas bahwa pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan yang menjadi urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Dalam Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pun mengatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Ketentuan Pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945 ini menyiratkan bahwa Negara Republik Indonesia memberikan peluang kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi khusus, daerah khusus maupun daerah Istimewa seperti daerah Papua, Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), DKI Jakarta
dan DI Yogyakarta.
Dasar yuridis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diberikan untuk melaksanakan otonomi, yaitu dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang sekarang telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ini telah melahirkan nuansa baru dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Daerah-daerah khsususnya kabupaten/kota diberikan kesempatan yang besar dalam melaksanakan urusan-urusannya. Persoalan yang baru muncul dalam pelaksanaan otonomi adalah pemerintah provinsi merasa tidak diberikan kewenangan yang besar dibandingkan dengan pemerintah kabupaten/kota. Akibatnya pemerintah kabupaten atau kota merasa memiliki posisi yang sama dengan pemerintah provinsi. Dasar pelaksanaan otonomi daerah diperbaharui dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini kembali memberikan kewenangan yang besar kepada pemerintah provinsi untuk melaksanakan otonomi. Artinya, meskipun kesempatan untuk melaksanakan otonomi dititikberatkan pada kabupaten/kota, namun pemerintah provinsi mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan-pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota.
Sesuai isi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam hal menimbang, huruf a disebutkan, “bahwa dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan pelayanan, daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistim Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Dalam pelaksanaannya, amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang dirumuskan didalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengenai pelaksanaan pemerintahan daerah otonomi maupun daerah otonom khusus ini, tidaklah mudah untuk direalisasikan. Hal ini didasarkan pada kondisi dari suatu daerah seperti, kondisi geografis, kekayaan alam, tingkat kesuburan, jumlah penduduk, kualitas penduduk, jumlah kaum intelektualnya pun setiap daerah berbeda-beda. Kondisi inilah yang dapat menimbulkan banyak permasalahan dalam tercapainya pelaksanaan otonomi daerah maupun otonomi khusus di suatu daerah di Indonesia.
2.      Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan mengenai Otonomi Khusus di Indonesia?
2. Apa kriteria dalam pemberian Otonomi Khusus di Indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengaturan Mengenai Otonomi Khusus di Indonesia
A.    Otonomi Daerah
Secara historis, asal-usul kata pemerintah daerah berasal dari bahasa yunani dan latin kuno seperti koinotes (komunitas) dan demos (rakyat atau distrik), commune (dari bahasa perancis) yaitu suatu komunitas swakelola dari sekelompok penduduk suatu wilayah. Ide dasar tentang commune adalah suatu pengelompokan alamiah dari penduduk yang tinggal pada suatu wilayah tertentu dengan kehidupan kolektif yang dekat dan memiliki minat dan perhatian yang bermacam-macam.[2]
Menurut Koesoemahatmadja, dan Miftah Thoha[3] otonomi pada dasarnya adalah sebuah konsep politik dari berbagai pengertian mengenai istilah ini, pada intinya apa yang dapat disimpulkan bahwa otonomi itu selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika sesuatu itu dapat menentukan dirinya sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan berjalan berdasarkan kewenangan, kekuasaan, dan prakarsa sendiri. Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini, adalah bahwa dengan kebebasan dan kemandirian tersebut, suatu daerah dianggap otonom kalau memiliki kewenangan (authority) atau kekuasaan (power) dalam penyelenggaran pemerintahan terutama untuk menentukan kepentingan daerah maupun masyarakatnya sendiri.
Dengan demikian dengan terselenggaranya otonomi daerah adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi dimana aspek aspirasi rakyat dalam hal ini kepentingan yang terdapat di tiap daerah dapat terakomodir dengan baik. Otonomi daerah memungkinkan “kearifan
lokal” masing-masing daerah dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai prakarsa dan inisiatif masyarakat di daerah. Aspek pembatasan kekuasaan pun akan berjalan dengan maksimal sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan oleh pemerintah pusat.
Pembentukan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, telah melahirkan berbagai produk Peraturan Perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan terakhir Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Secara substansial Undang-Undang tersebut mengatur bentuk susunan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara normatif Undang-Undang tersebut telah mampu mengikuti perkembangan perubahan kepemerintahan daerah sesuai zamannya. Secara empiris Undang-Undang tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah memberikan implikasi terhadap kedudukan dan peranformal kekuasaan eksekutif lebih dominan dari kekuasaan legislatif daerah.[4]
Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai hak sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:
a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. Memilih pemimpin daerah;
c. Memilih aparatur daerah;
d. Mengelola kekayaan daerah;
e. Memungut pajak daerah dan restribusi daerah;
f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang berada di daerah;
g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah;
h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun kewajiban daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:
a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan NKRI;
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. Menyediakan fasilitas sosial da fasilitas umum yang layak;
h. Mengembangkan sistim jaminan sosial;
i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. Melestarikan lingkungan hidup;
l. Mengelola administrasi kependudukan;
m. Melestarikan nilai sosial budaya;
n. Membentuk dan menetapkan Peraturan Perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya;
o. Kewajiban lain yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan.
Hak dan kewajiban daerah tersebut, diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistim pengelolaan keuangan daerah, yang dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, dan taat pada Peraturan Perundang-undangan.[5]
B.     Daerah Otonom
Pengertian daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistim Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan rumusan tersebut, dalam daerah otonom terdapat unsurunsur sebagai berikut:
a.       Unsur batas wilayah, sebagai kesatuan masyarakat sadar hukum, batassuatu wilayah adalah sangat menentukan untuk kepastian hukum, bagi pemerintah dan masyarakat dalam melakukan interaksi hukum, misalnya penetapan kewajiban tertentu sebagai warga masyarakat serta pemenuhan hak-hak masyarakat terhadap fungsi pelayanan umum pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan secara luas kepada masyarakat setempat. Di sisi lain, batas wilayah ini sangat penting apabila ada sengketa hokum yang menyangkut wilayah perbatasan antar daerah. Dengan perkatan lain, dapat dinyatakan bahwa suatu daerah harus mempunyai wilayah dengan batas-batas yang jelas sehingga dapat dibedakan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya.
b.      Unsur pemerintahan, eksistensi pemerintahan di daerah, didasarkan atas legitimasi undang-undang yang memberikan kewenangan kepada pemerintahan daerah, untuk menjalankan urusan pemerintahan yang berwenang mengatur berdasarkan kreativitasnya sendiri. Elemen pemerintahan daerah adalah meliputi pemerintah daerah dan lembaga DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
c.       Unsur masyarakat, masyarakat sebagai elemen pemerintahan daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum, baik gemeinschaft maupun gesselschaft jelas mempunyai tradisi, kebiasaan dan adat istiadat yang turut mewarnai sistim pemerintahan daerah, mulai dari bentuk cara berpikir, bertindak dan kebiasaan tertentu dalam kehidupan masyarakat.[6]
C.     Otonomi Khusus
Pengaturan mengenai Otonomi Khusus di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ada didalam Pasal 225. Pengaturan didalam Pasal 225 ini menegaskan tentang pengakuan negara terhadap daerah yang memperoleh pengakuan khusus. Selain di atur dalam undang-undang ini, diatur pula dalam undang-undang lain.
Menurut Pasal 1 huruf B Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menyatakan bahwa Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada daerah khusus, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar mayarakat. Pada undang-undang tentang Otonomi Khusus di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), tidak ditemukan definisi megenai Otonomi Khusus begitu juga Daerah Khusus. Sedangkan untuk keistimewaan pada daerah Yogyakarta, di dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 dikatakan bahwa keistimewaan adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DI Yogyakarta berdasarkan sejarah hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa. Fungsi lain dari otonomi khusus adalah untuk menjaga keutuhan negara, hal ini dikarenakan setiap daerah mempunyai kebutuhan dan kategori sejahtera yang berbeda-beda. Sehingga dengan ditetapkannya satu aturan dari pemerintah pusat, belum tentu dapat menjawab tuntutan dari semua masyarkat di daerah-daerah yang berbeda. Bila di lihat dari sisi historis pemberian otonomi khusus {Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua} merupakan alat peredam daerah tersebut untuk melepaskan diri dari wilayah Indonesia. Kedua daerah tersebut ingin melepaskan diri dari Indonesia dikarenakan kebijakan pemerintah pusat tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah. Disini otonomi khusus diberikan untuk kedua daerah tersebut agar dapat menjalankan tuntutan kebutuhan masyarakat daerahnya tanpa harus melepaskan diri dari Indonesia.
Disini dapat dilihat bahwa terhadap pengaturan Otonomi Khusus di Indonesia ini telah diatur menurut Undang-Undang, hal ini berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, didalam Pasal 18B yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang”. Yang kemudian direlisasikan oleh aturan dibawahnya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Selain itu Undang-Undang lainnya yang secara real mengatur mengenai Otonomi Khusus disetiap daerah yang mendapatkan pengakuan Khusus oleh Negara.
2.      Kriteria dalam Pemberian Otonomi Khusus di Indonesia
Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, ras, agama dan kepercayaan, kebudaayan dan berbagai macam perbedaan lainnya. Sehingga dapat dikatakan Indonesia adalah bangsa yang plural. Dampak dari banyaknya perbedaan ini, apabila tidak ditangani secara optimal oleh pemerintah maka dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan. Seperti yang terjadi di Papua dan Naggroe Aceh Darussalam (NAD). Pada kedua daerah ini, sering terjadi konflik berkepanjangan di dalam daerah, konflik yang terjadi antar suku bangsa, antar agama dan konflik-konflik lainnya, serta kesenjangan pembangunan ekonomi. Hal ini membuat kedua daerah ini ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu ketidakmerataan perkembangan ekonomi yang terjadi di daerah ini juga menyebabkan daerah ini ingin memisahkan daerah dari Indonesia.
 Untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah pusat memberikan otonomi khusus kepada kedua daerah ini. Pemberian otonomi khusus pada kedua daerah tidak bertentangan dengan konstitusi, karena pada dasarnya ada Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah disebutkan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang. Pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ini dapat dilihat dalam Pasal 225 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 Bab
IV huruf (g) angka 2. Dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, yang antara lain menekankan tentang pentingnya segera merealisasikan Otonomi Khusus tersebut melalui penetapan suatu undang-undang otonomi khusus bagi Provinsi Irian Jaya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Hal ini merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua.[7]
Arti otonomi khusus menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi propinsi Papua dalam Bab I perihal Ketentuan Umum Pasal 1 membatasi arti otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.
Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain. Otonomi khusus melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.
Aceh merupakan salah satu daerah provinsi di Indonesia yang mempunyai status “Otomomi Khusus” pada tahun 2001 melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Nanggroe Aceh Darusalam merupakan kawasan yang paling bergejolak dengan potensi kepada disintegrasi dari Republik Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, Aceh menghendaki menjadi kawasan dengan perlakuan khusus. Kehendak ini diperjuangkan dengan sejumlah alasan penting. Dari sejumlah alasan yang berkembang, alasan yang paling kuat adalah alasan kesejarahan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pemberian otonomi khusus di Indonesia mempunyai dasar dan kriteria yang berbeda, yaitu dengan adanya faktor istimewa yang mempengaruhi, di antaranya adalah faktor sejarah, faktor kebutuhan daerah yang berbeda-beda, faktor keadaan daerah yang berbeda-beda, dan faktor lain yang membuat suatu daerah menjadi istimewa.



BAB III
KESIMPULAN

Pengaturan mengenai Otonomi Khusus ada di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ada didalam Pasal 225. Pengaturan didalam Pasal 225 ini menegaskan tentang pengakuan negara terhadap daerah yang memperoleh pengakuan khusus. Selain di atur dalam undang-undang ini, diatur pula dalam undang-undang lain.
Untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah pusat memberikan otonomi khusus. Pemberian otonomi khusus tidak bertentangan dengan konstitusi, karena pada dasarnya ada Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah disebutkan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang. Pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ini dapat dilihat dalam Pasal 225 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.
Dalam pemberian otonomi khusus di Indonesia mempunyai dasar dan kriteria yang berbeda-beda, yaitu dengan adanya faktor istimewa yang mempengaruhi, di antaranya adalah faktor sejarah, faktor kebutuhan daerah yang berbeda-beda, faktor keadaan daerah yang berbeda-beda, dan faktor lain yang membuat suatu daerah menjadi istimewa.



DAFTAR PUSTAKA
- makalah Jimly Asshiddiqie, Otonomi Daerah dan Parlemen Di Daerah, www.legalitas.org, diakses 05 Maret 2016.
- http://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/01/15/makalah-otonomi-khusus-papua/,
otonomi khusus papua”. Diakses pada Hari Minggu Tanggal 06 Maret 2016 Pukul 21.00 WIB
-DR.J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002
-DRH Koesoemahatmadja. Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia
Jakarta: Bina Cipta, 1979
- Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2012



[1] makalah Jimly Asshiddiqie, Otonomi Daerah dan Parlemen Di Daerah, www.legalitas.org, diakses 05 Maret 2016.
[2] DR.J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, hlm. 37
[3] DRH Koesoemahatmadja. Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia
Jakarta: Bina Cipta, 1979, hlm. 49
[4] Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2012,
Hlm: 54.
[5] Ibid, Hlm. 58.
[6] Ibid, Hlm. 6-7.
[7] http://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/01/15/makalah-otonomi-khusus-papua/,
otonomi khusus papua”. Diakses pada Hari Minggu Tanggal 06 Maret 2016 Pukul 21.00 WIB.

No comments:

Post a Comment