OTONOMI KHUSUS DALAM NEGARA KESATUAN
REPUBLIK
INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Negara Indonesia adalah Negara yang menganut bentuk
Negara Kesatuan (Unitary) namun hal ini akan berbeda ketika kita lihat
dalam sistem Pemerintahan Daerah dalam Negara Indonesia telah mengadopsi
prinsip-prinsip Federalisme seperti otonomi daerah. Ada sebuah kolaborasi yang
“unik” berkaitan dengan prinsip kenegaraan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat
utamanya paska reformasi.
Konsep otonomi daerah sebenarnya lebih mirip sistem
dalam Negara Federal, dimana pada umumnya dipahami bahwa dalam sistem Federal,
konsep kekuasaan asli atau kekuasaan sisa (residual power) berada di
daerah atau bagian, sedangkan dalam sistem Negara Kesatuan (unitary),
kekuasaan asli atau kekuasaan sisa itu berada di pusat sehingga terdapat
pengalihan kekuasaan pemerintah dari pusat kedaerah padahal dalam Negara
Kesatuan idealnya semua kebijakan terdapat di tangan Pemerintahan Pusat.[1]
Penyelenggaraan
Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan
pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan.
Penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan
keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang digulir oleh pemerintah
sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penetapan
konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan negara
secara vertikal. Dalam konteks ini, kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat
di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal
konstitusional tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kondisi ini membawa implikasi terhadap perubahan paradigma pembangunan yang
dewasa ini diwarnai dengan isyarat globalisasi. Konsekuensinya, berbagai
kebijakan publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik
menjadi bagian dari dinamika yang harus direspon dalam kerangka proses
demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal. Harapan tersebut
muncul oleh karena kebijakan ini dipandang sebagai jalan baru untuk menciptakan
suatu tatanan yang lebih baik dalam sebuah skema good governance dengan segala
prinsip dasarnya.
Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengatakan bahwa “Pemerintahan daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan”. Pasal ini mengatur dengan tegas bahwa
pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan yang menjadi urusan
pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Dalam Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 pun mengatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa
yang diatur dengan undang-undang.” Ketentuan Pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945
ini menyiratkan bahwa Negara Republik Indonesia memberikan peluang kepada daerah
untuk menyelenggarakan otonomi khusus, daerah khusus maupun daerah Istimewa
seperti daerah Papua, Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), DKI Jakarta
dan
DI Yogyakarta.
Dasar yuridis dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah diberikan untuk melaksanakan otonomi, yaitu dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang sekarang
telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah ini telah melahirkan nuansa baru dalam perkembangan
demokrasi di Indonesia. Daerah-daerah khsususnya kabupaten/kota diberikan
kesempatan yang besar dalam melaksanakan urusan-urusannya. Persoalan yang baru
muncul dalam pelaksanaan otonomi adalah pemerintah provinsi merasa tidak
diberikan kewenangan yang besar dibandingkan dengan pemerintah kabupaten/kota. Akibatnya
pemerintah kabupaten atau kota merasa memiliki posisi yang sama dengan
pemerintah provinsi. Dasar pelaksanaan otonomi daerah diperbaharui dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang ini kembali memberikan kewenangan yang besar kepada pemerintah
provinsi untuk melaksanakan otonomi. Artinya, meskipun kesempatan untuk
melaksanakan otonomi dititikberatkan pada kabupaten/kota, namun pemerintah
provinsi mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan-pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota.
Sesuai isi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dalam hal menimbang, huruf a disebutkan, “bahwa dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah yang mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan pelayanan, daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam
sistim Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Dalam pelaksanaannya, amanat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 yang dirumuskan didalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengenai pelaksanaan pemerintahan daerah
otonomi maupun daerah otonom khusus ini, tidaklah mudah untuk direalisasikan.
Hal ini didasarkan pada kondisi dari suatu daerah seperti, kondisi geografis,
kekayaan alam, tingkat kesuburan, jumlah penduduk, kualitas penduduk, jumlah
kaum intelektualnya pun setiap daerah berbeda-beda. Kondisi inilah yang dapat
menimbulkan banyak permasalahan dalam tercapainya pelaksanaan otonomi daerah
maupun otonomi khusus di suatu daerah di Indonesia.
2.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pengaturan mengenai Otonomi Khusus di Indonesia?
2.
Apa kriteria dalam pemberian Otonomi Khusus di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengaturan Mengenai Otonomi Khusus
di Indonesia
A. Otonomi
Daerah
Secara historis, asal-usul kata pemerintah daerah
berasal dari bahasa yunani dan latin kuno seperti koinotes (komunitas) dan
demos (rakyat atau distrik), commune (dari bahasa perancis) yaitu suatu
komunitas swakelola dari sekelompok penduduk suatu wilayah. Ide dasar tentang commune
adalah suatu pengelompokan alamiah dari penduduk yang tinggal pada suatu
wilayah tertentu dengan kehidupan kolektif yang dekat dan memiliki minat dan
perhatian yang bermacam-macam.[2]
Menurut Koesoemahatmadja,
dan Miftah Thoha[3]
otonomi pada dasarnya adalah sebuah konsep politik dari berbagai pengertian
mengenai istilah ini, pada intinya apa yang dapat disimpulkan bahwa otonomi itu
selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian.
Sesuatu akan dianggap otonom jika sesuatu itu dapat menentukan dirinya sendiri,
membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan berjalan
berdasarkan kewenangan, kekuasaan, dan prakarsa sendiri. Muatan politis yang
terkandung dalam istilah ini, adalah bahwa dengan kebebasan dan kemandirian
tersebut, suatu daerah dianggap otonom kalau memiliki kewenangan (authority)
atau kekuasaan (power) dalam penyelenggaran pemerintahan terutama untuk
menentukan kepentingan daerah maupun masyarakatnya sendiri.
Dengan demikian dengan terselenggaranya otonomi
daerah adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi dimana aspek aspirasi rakyat
dalam hal ini kepentingan yang terdapat di tiap daerah dapat terakomodir dengan
baik. Otonomi daerah memungkinkan “kearifan
lokal”
masing-masing daerah dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai prakarsa dan
inisiatif masyarakat di daerah. Aspek pembatasan kekuasaan pun akan berjalan
dengan maksimal sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan oleh pemerintah
pusat.
Pembentukan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat
Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, telah melahirkan
berbagai produk Peraturan Perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang
Pemerintahan Daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945,
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan
Presiden Nomor 6 Tahun 1959, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan terakhir
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Secara
substansial Undang-Undang tersebut mengatur bentuk susunan penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Secara normatif Undang-Undang tersebut telah mampu
mengikuti perkembangan perubahan kepemerintahan daerah sesuai zamannya. Secara
empiris Undang-Undang tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
memberikan implikasi terhadap kedudukan dan peranformal kekuasaan eksekutif
lebih dominan dari kekuasaan legislatif daerah.[4]
Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pemerintah
daerah mempunyai hak sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:
a.
Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b.
Memilih pemimpin daerah;
c.
Memilih aparatur daerah;
d.
Mengelola kekayaan daerah;
e.
Memungut pajak daerah dan restribusi daerah;
f.
Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya
lainnya yang berada di daerah;
g.
Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah;
h.
Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun kewajiban daerah dalam penyelenggaraan
otonomi daerah diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:
a.
Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional,
serta keutuhan NKRI;
b.
Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c.
Mengembangkan kehidupan demokrasi;
d.
Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e.
Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f.
Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g.
Menyediakan fasilitas sosial da fasilitas umum yang layak;
h.
Mengembangkan sistim jaminan sosial;
i.
Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j.
Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k.
Melestarikan lingkungan hidup;
l.
Mengelola administrasi kependudukan;
m.
Melestarikan nilai sosial budaya;
n.
Membentuk dan menetapkan Peraturan Perundang-undangan sesuai
dengan
kewenangannya;
o.
Kewajiban lain yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan.
Hak dan kewajiban daerah tersebut, diwujudkan dalam
bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk
pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistim
pengelolaan keuangan daerah, yang dilakukan secara efisien, efektif,
transparan, akuntabel, dan taat pada Peraturan Perundang-undangan.[5]
B.
Daerah Otonom
Pengertian daerah otonom adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistim Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berdasarkan rumusan tersebut, dalam daerah otonom terdapat
unsurunsur sebagai berikut:
a. Unsur
batas wilayah, sebagai kesatuan masyarakat sadar hukum, batassuatu wilayah
adalah sangat menentukan untuk kepastian hukum, bagi pemerintah dan masyarakat
dalam melakukan interaksi hukum, misalnya penetapan kewajiban tertentu sebagai
warga masyarakat serta pemenuhan hak-hak masyarakat terhadap fungsi pelayanan
umum pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan secara luas kepada masyarakat
setempat. Di sisi lain, batas wilayah ini sangat penting apabila ada sengketa hokum
yang menyangkut wilayah perbatasan antar daerah. Dengan perkatan lain, dapat
dinyatakan bahwa suatu daerah harus mempunyai wilayah dengan batas-batas yang
jelas sehingga dapat dibedakan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya.
b. Unsur
pemerintahan, eksistensi pemerintahan di daerah, didasarkan atas legitimasi
undang-undang yang memberikan kewenangan kepada pemerintahan daerah, untuk
menjalankan urusan pemerintahan yang berwenang mengatur berdasarkan
kreativitasnya sendiri. Elemen pemerintahan daerah adalah meliputi pemerintah
daerah dan lembaga DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
c. Unsur
masyarakat, masyarakat sebagai elemen pemerintahan daerah merupakan kesatuan
masyarakat hukum, baik gemeinschaft maupun gesselschaft jelas
mempunyai tradisi, kebiasaan dan adat istiadat yang turut mewarnai sistim
pemerintahan daerah, mulai dari bentuk cara berpikir, bertindak dan kebiasaan
tertentu dalam kehidupan masyarakat.[6]
C. Otonomi
Khusus
Pengaturan mengenai Otonomi Khusus di dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ada didalam Pasal 225. Pengaturan didalam
Pasal 225 ini menegaskan tentang pengakuan negara terhadap daerah yang
memperoleh pengakuan khusus. Selain di atur dalam undang-undang ini, diatur
pula dalam undang-undang lain.
Menurut Pasal 1 huruf B Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menyatakan bahwa Otonomi Khusus
adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada daerah khusus, untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar mayarakat. Pada undang-undang tentang
Otonomi Khusus di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), tidak ditemukan definisi
megenai Otonomi Khusus begitu juga Daerah Khusus. Sedangkan untuk keistimewaan
pada daerah Yogyakarta, di dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2013 dikatakan bahwa keistimewaan adalah keistimewaan kedudukan hukum yang
dimiliki oleh DI Yogyakarta berdasarkan sejarah hak asal-usul menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan
mengurus kewenangan istimewa. Fungsi lain dari otonomi khusus adalah untuk
menjaga keutuhan negara, hal ini dikarenakan setiap daerah mempunyai kebutuhan
dan kategori sejahtera yang berbeda-beda. Sehingga dengan ditetapkannya satu
aturan dari pemerintah pusat, belum tentu dapat menjawab tuntutan dari semua
masyarkat di daerah-daerah yang berbeda. Bila di lihat dari sisi historis
pemberian otonomi khusus {Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua} merupakan
alat peredam daerah tersebut untuk melepaskan diri dari wilayah Indonesia.
Kedua daerah tersebut ingin melepaskan diri dari Indonesia dikarenakan
kebijakan pemerintah pusat tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah.
Disini otonomi khusus diberikan untuk kedua daerah tersebut agar dapat
menjalankan tuntutan kebutuhan masyarakat daerahnya tanpa harus melepaskan diri
dari Indonesia.
Disini dapat dilihat bahwa terhadap pengaturan
Otonomi Khusus di Indonesia ini telah diatur menurut Undang-Undang, hal ini
berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
didalam Pasal 18B yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang”. Yang kemudian
direlisasikan oleh aturan dibawahnya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Selain itu Undang-Undang lainnya yang secara real mengatur mengenai Otonomi
Khusus disetiap daerah yang mendapatkan pengakuan Khusus oleh Negara.
2. Kriteria dalam Pemberian Otonomi
Khusus di Indonesia
Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari
berbagai macam suku bangsa, ras, agama dan kepercayaan, kebudaayan dan berbagai
macam perbedaan lainnya. Sehingga dapat dikatakan Indonesia adalah bangsa yang
plural. Dampak dari banyaknya perbedaan ini, apabila tidak ditangani secara
optimal oleh pemerintah maka dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan.
Seperti yang terjadi di Papua dan Naggroe Aceh Darussalam (NAD). Pada kedua
daerah ini, sering terjadi konflik berkepanjangan di dalam daerah, konflik yang
terjadi antar suku bangsa, antar agama dan konflik-konflik lainnya, serta
kesenjangan pembangunan ekonomi. Hal ini membuat kedua daerah ini ingin
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu
ketidakmerataan perkembangan ekonomi yang terjadi di daerah ini juga
menyebabkan daerah ini ingin memisahkan daerah dari Indonesia.
Untuk
mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah pusat
memberikan otonomi khusus kepada kedua daerah ini. Pemberian otonomi khusus
pada kedua daerah tidak bertentangan dengan konstitusi, karena pada dasarnya
ada Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah
disebutkan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan
Undang-Undang. Pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 ini dapat dilihat dalam Pasal 225 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi Daerah-daerah yang memiliki status
istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini
diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya
sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 Bab
IV
huruf (g) angka 2. Dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi
Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, yang antara lain menekankan
tentang pentingnya segera merealisasikan Otonomi Khusus tersebut melalui
penetapan suatu undang-undang otonomi khusus bagi Provinsi Irian Jaya dengan
memperhatikan aspirasi masyarakat. Hal ini merupakan suatu langkah awal yang
positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada pemerintah, sekaligus
merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi
berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah-masalah
di Provinsi Papua.[7]
Arti otonomi khusus menurut Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi propinsi Papua dalam Bab I perihal
Ketentuan Umum Pasal 1 membatasi arti otonomi khusus adalah kewenangan khusus
yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak
dasar masyarakat Papua.
Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua
dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan
terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan
masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan
provinsi lain. Otonomi khusus melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek
utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia
yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima
dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan
penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku
terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.
Aceh merupakan salah satu daerah provinsi di
Indonesia yang mempunyai status “Otomomi Khusus” pada tahun 2001 melalui
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam. Nanggroe Aceh Darusalam merupakan kawasan yang paling
bergejolak dengan potensi kepada disintegrasi dari Republik Indonesia. Sejak
awal kemerdekaan, Aceh menghendaki menjadi kawasan dengan perlakuan khusus.
Kehendak ini diperjuangkan dengan sejumlah alasan penting. Dari sejumlah alasan
yang berkembang, alasan yang paling kuat adalah alasan kesejarahan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam pemberian otonomi khusus di Indonesia mempunyai dasar
dan kriteria yang berbeda, yaitu dengan adanya faktor istimewa yang
mempengaruhi, di antaranya adalah faktor sejarah, faktor kebutuhan daerah yang
berbeda-beda, faktor keadaan daerah yang berbeda-beda, dan faktor lain yang
membuat suatu daerah menjadi istimewa.
BAB
III
KESIMPULAN
Pengaturan mengenai Otonomi Khusus ada di dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ada didalam Pasal 225. Pengaturan didalam
Pasal 225 ini menegaskan tentang pengakuan negara terhadap daerah yang
memperoleh pengakuan khusus. Selain di atur dalam undang-undang ini, diatur
pula dalam undang-undang lain.
Untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Pemerintah pusat memberikan otonomi khusus. Pemberian
otonomi khusus tidak bertentangan dengan konstitusi, karena pada dasarnya ada
Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah disebutkan
bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.
Pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ini dapat
dilihat dalam Pasal 225 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang berbunyi Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan
otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula
ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.
Dalam pemberian otonomi khusus di Indonesia
mempunyai dasar dan kriteria yang berbeda-beda, yaitu dengan adanya faktor
istimewa yang mempengaruhi, di antaranya adalah faktor sejarah, faktor
kebutuhan daerah yang berbeda-beda, faktor keadaan daerah yang berbeda-beda,
dan faktor lain yang membuat suatu daerah menjadi istimewa.
DAFTAR
PUSTAKA
- makalah Jimly
Asshiddiqie, Otonomi Daerah dan Parlemen Di Daerah, www.legalitas.org,
diakses 05 Maret 2016.
-
http://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/01/15/makalah-otonomi-khusus-papua/,
“otonomi
khusus papua”. Diakses pada Hari Minggu Tanggal 06 Maret 2016 Pukul 21.00
WIB
-DR.J.Kaloh,
Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002
-DRH
Koesoemahatmadja. Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia
Jakarta:
Bina Cipta, 1979
-
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2012
[1]
makalah
Jimly Asshiddiqie, Otonomi Daerah dan Parlemen Di Daerah, www.legalitas.org, diakses 05
Maret 2016.
[3]
DRH
Koesoemahatmadja. Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia
Jakarta:
Bina Cipta, 1979, hlm. 49
[4]
Siswanto
Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2012,
Hlm:
54.
[7]
http://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/01/15/makalah-otonomi-khusus-papua/,
“otonomi
khusus papua”. Diakses pada Hari Minggu Tanggal
06 Maret 2016 Pukul 21.00 WIB.
No comments:
Post a Comment