Saturday, September 17, 2016

MAKALAH JURNAL HUKUM HAK GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN YANG MEMBERI JAMINAN


HAK GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN YANG MEMBERI JAMINAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat perlu dana maupun modal. Misalnya untuk membuka suatu lapangan usaha tidak hanya dibutuhkan bakat dan kemauan keras untuk berusaha, tetapi juga diperlukan adanya modal dalam bentuk uang tunai. Hal itulah yang menjadi potensi  perlu adanya lembaga perkreditan yang menyediakan dana pinjaman. Untuk mendapatkan modal usaha melalui kredit masyarakat membutuhkan adanya sarana dan prasarana. Maka pemerintah memberikan sarana berupa lembaga perbankkan dan lembaga non perbankkan. Salah satu lembaga non perbankan yang menyediakan kredit adalah Pegadaian. Pegadaian merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Lembaga pegadaian menawarkan peminjaman dengan sistem gadai. 
Jadi masyarakat tidak perlu takut kehilangan barang-barangnya. Lembaga pegadaian memiliki kemudahan antara lain prosedur dan syarat-syarat administrasi yang mudah dan sederhana, di mana nasabah cukup memberikan keterangan-keterangan singkat tentang identitasnya dan tujuan penggunaan kredit, waktu yang relatif singkat dana pinjaman sudah cair dan bunga relatif rendah. Hal ini sesuai dengan moto dari pegadaian itu sendiri, yaitu : ”Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Masalah jaminan utang berkaitan dengan gadai yang timbul dari  sebuah perjanjian utang-piutang, yang mana barang jaminan tersebut merupakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati sebelumnya di antara kreditur dan debitur.
Adanya perjanjian gadai tersebut, maka diperlukan juga adanya barang sebagai jaminan. Jaminan yang digunakan dalam gadai yaitu seluruh barang bergerak, yang terdiri dari:
1. benda bergerak berwujud, yaitu benda yang dapat dipindah-pindahkan.
Misalnya: televisi, emas, dvd, dan lain-lain.
2. benda bergerak yang tidak berwujud. Misalnya : surat-surat berharga seperti saham, obligasi, wesel, cek, aksep, dan promes.
Sebagai suatu bentuk jaminan yang diberikan atas benda bergerak yang mensyaratkan pengeluaran benda gadai dari tangan pemilik benda yang digadaikan tersebut.



B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud gadai dan unsur-unsurnya?
2. Apa yang menjadi objek dan subjek gadai?
3. Apa saja yang menjadi  hak-hak dan kewajiban pemegang gadai dan hapusnya gadai tersebut?




BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Gadai

Berbicara masalah gadai tentu ada hubungannya dengan jaminan,  maka itu sebelum kita membahas apa itu gadai maka perlu kita ketahui dulu apa itu Jaminan, sehingga memudahkan kita untuk membahas gadai lebih lanjut sebagai bentuk jaminan.
Jaminan dalam konteks Ilmu Hukum adalah suatu kebendaan maupun orang/penanggungan/borgtoch yang diberikan oleh debitur/pihak III untuk menjadi penanggung pelunasan perikatan/hutang debitur.
Jaminan kebendaan menurut pasal 1131 KUH Perdata adalah segala kebendaan milik orang yang berhutang, baik bergerak maupun tidak bergerak yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi tanggungan segala perikatan yang dibuatnya.
Jaminan orang/penanggungan (Borgtoch) adalah suatu perjanjian di mana pihak ketiga mengikatkan diri kepada kreditur menjadi  penanggung pelunasan/perikatan/hutang debitur apabila yang bersangkutan wanprestasi.
Jaminan dalam Hukum Perbankan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan calon debitur untuk melunasi kewajibannya. (pasal 8 UU Perbankan). Dari uraian di atas dapat disimpulkan gadai ada karena akibat perikatan utang-piutang sebagai bentuk penanggungan pelunasan utang debitur terhadap piutang kreditur.
Lembaga gadai menurut KUH Perdata ini masih banyak dipergunakan di dalam praktek. Kedudukan pemegang gadai lebih kuat dari pemegang jaminan fidusia, karena benda yang menjadi jaminan berada dalam kekuasaan kreditur. Dalam ini kreditur terhindar dari itikad jahat pemberi gadai, sebab dalam gadai benda jaminan sama sekali tidak boleh berada dalam penguasaan pemberi gadai.  Sebelum kita menguraikan lebih lanjut tentang gadai, maka pertama kita harus mengenal terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan gadai. Mengenai ketentuan tentang gadai ini diatur dalam KUH Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150
sampai Pasal 1160.

Definisi dari Gadai berdasarkan Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata):
Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut  dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.”
Dari pengertian tersebut di atas maka unsur-unsur atau elemen pokok gadai yaitu :
1. Gadai adalah jaminan untuk pelunasan utang.
2. Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferent pelunasan hutang kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.
3. Obyek gadai adalah barang bergerak.
4. Barang bergerak yang menjadi obyek gadai tersebut diserahkan kepada kreditur(dalam kekuasaan kreditur). 
Gadai terjadi apabila debitur atau pemberi gadai menyerahkan benda bergerak sebagai jaminan kepada si kreditur atau pemegang gadai dan kreditur diberi kekuasaan untuk mengambil pelunasan dengan menjual barang jaminan itu apabila debitur wanprestasi. Gadai sebagai perjanjian yang bersifat accessoir artinya hak gadai tergantung pada perjanjian pokok, misalnya perjanjian kredit. Yang dimaksud perjanjian pokok yaitu perjanjian antara pemberi gadai atau debitur dengan pemegang gadai atau kreditur yang membuktikan kreditur telah memberikan pinjaman kepada kreditur yang dijamin dengan gadai.
Dalam KUHPerdata tentang bentuk perjanjian tidak disyaratkan apa-apa. Maka dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian gadai adalah bebas tidak terikat oleh suatu bentuk tertentu artinya dapat diadakan secara lisan maupun tertulis. Perjanjian kredit ini dibuat dengan akta di bawah tangan atau dengan akta otentik. Jadi jaminan gadai baru lahir setelah ada perjanjian kredit.
Dari rumusan tentang pengertian gadai maka dapat disimpulkan tentang sifat-sifat umum gadai yaitu :[1]
1. Gadai adalah hak kebendaan 
Dalam KUHPerdata sifat kebendaan ini dapat diketahui dari Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi :
”Hak gadai hapus, apabila barangnya gadai keluar dari kekuasaan si pemberi gadai. Apabila, namun itu barang tersebut hilang dari tangannya penerima gadai ini atau dicuri dari padanya maka berhaklah ia menuntutnya kembali sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat kedua, sedangkan apabila barangnya gadai didapatnya kembali, hak gadai dianggap tidak pernah hilang”
Oleh karena itu hak gadai mengandung hak revindikasi, maka hak gadai merupakan hak kebendaan sebab revindikasi merupakan ciri khas dari hak kebendaan. Tujuan sifat kebendaan di sini ialah untuk memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa di kemudian hari piutangnya pasti dibayar dari nilai jaminan.[2] Sekalipun dikatakan bahwa hak gadai merupakan hak kebendaan, tetapi hak gadai di sini berbeda dengan hak kebendaan seperti hak milik, hak opstal, hak erfpacht dan lain-lain, yang merupakan hak-hak yang bersifat memberikan kenikmatan kepada yang mempunyainya. Di sini hak kebendaan jaminan yang dikaitkan (accessoir) pada hak pribadi.[3]
2. Hak gadai bersifat accessoir
Jaminan gadai mempunyai sifat accessoir (perjanjian tambahan) artinya jaminan gadai bukan merupakan hak yang berdiri sendiri tetapi keberadaannya tergantung perjanjian pokok. Hak gadai merupakan tambahan (accesoir) saja dari perjanjian pokoknya yaitu berupa perjanjian pinjam uang, jadi ada atau tidaknya hak gadai tergantung dari ada atau tidaknya piutang yang merupakan perjanjian pokoknya. Dengan demikian hak gadai akan hapus jika perjanjian pokoknya hapus. Beralihnya piutang membawa serta beralihnya hak gadai, hak gadai berpindah kepada orang lain bersama-sama dengan piutang yang dijamin dengan hak gadai tersebut, sehingga hak gadai tidak mempunyai kedudukan yang berdiri sendiri melainkan accessoir terhadap perjanjian pokoknya. Perjanjian pinjam uang atau kredit dapat dibuat dengan akta dibawah tangan atau akta otentik.
3. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi
Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, maka dengan dibayarnya sebagian utang tidak akan membebaskan  sebagian dari benda gadai. Hak gadai tetap melekat untuk seluruh bendanya.
Dalam Pasal 1160 ayat (1) KUH Perdata disebutkan bahwa :
Barang gadai tidak dapat dibagi-bagi sekalipun utangnya di antara para pewaris si berutang atau di antara para warisnya si berpiutang dapat dibagi-bagi.”

4. Hak gadai adalah hak yang didahulukan (hak preferent
Dapat diketahui dalam Pasal 1133 dan Pasal 1150 KUH Perdata. Pemegang gadai mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lain artinya apabila debitur cidera janji atau wanprestasi maka ia mempunyai hak untuk menjual jaminan gadai tersebut dan hasil penjualannya digunakan untuk melunasi hutangnya. Apabila terdapat kreditur lain yang juga memiliki tagihan kepada debitur tersebut, kreditur belakangan ini tidak akan mendapat pelunasan sebelum kreditur yang pertama mendapat pelunasan (droit de preference).


5. Obyek gadai adalah benda bergerak 
Benda yang menjadi obyek gadai adalah benda bergerak baik berujud maupun tidak berujud. Obyek gadai ini dapat diberikan terhadap :
a. Benda bergerak yang berujud dan piutang-piutang kepada pembawa, yang dilaksanakan dengan cara melepaskan benda tersebut dari penguasaan pemberi gadai (Pasal 1152 KUH Perdata).
b. Piutang kepada pihak yang ditunjuk, yang pemberian gadainya dilakukan dengan cara endosemen yang disertai dengan penyerahan surat piutang atas tunjuk tersebut (Pasal 1152 bis KUH Perdata).
c. Piutang-piutang atas nama, pemberian gadainya hanya sah jika telah diberitahukan mengenai pemberian gadai tersebut kepada orang, terhadap siapa gadai tersebut akan dilaksanakan (Pasal 1153 KUH Perdata).
6. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya atau eksekusinya
Dalam Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata dinyatakan bahwa :
”Hak gadai dan Hipotik lebih diutamakan daripada Previlage, kecuali jika undang-undang menentukan sebaliknya”
Dari bunyi pasal tersebut jelas bahwa hak gadai mempunyai
kedudukan yang kuat.
Pemegang gadai berhak menjual sendiri benda gadai dalam hal debitur wanprestasi. Jaminan gadai mempunyai kekuatan eksekutorial, sehingga penjualan dapat dilakukan tanpa perantara hakim. Penjualan harus dilakukan di muka umum dengan cara pelelangan. Dan bila hasil lelang telah mencukupi hutangnya serta terdapat kelebihan uang maka sisanya dikembalikan kepada debitur. Hak itu juga berlaku dalam hal pemberi gadai atau debitur pailit berdasarkan Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata.




2. Obyek dan Subyek Hak Gadai
 A. Obyek Gadai

Dalam hal ini obyek gadai adalah segala benda bergerak baik bertubuh (berwujud) maupun tidak bertubuh (tidak berujud). Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1150 jo. Pasal 1153 ayat (1), Pasal 1152 bis dan Pasal 1153 KUH Perdata.
 Benda yang dapat digadaikan adalah semua benda bergerak yang berujud maupun tidak berujud yaitu :
Benda bergerak berujud seperti :  
1. Kendaraan bermotor seperti mobil, sepeda motor.
2. Mesin-mesin seperti mesin jahit, mesin pembajak sawah, mesin disel.
3. Perhiasan.
4. Lukisan yang berharga.
5. Kapal laut.
6. Persediaan barang.
7. Inventaris kantor.                                                 
Benda bergerak tidak berujud seperti :
1. Tabungan.
2. Deposito berjangka.
3. Sertifikat deposito.
4. Wesel.
5. Saham-saham.
6. Piutang.
Benda-benda bergerak tak berujud yang secara jelas disebutkan dalam KUH Perdata adalah tagihan-tagihan atau piutang surat-surat atas tunjuk dan atas bawa. Untuk surat-surat berharga yang digadaikan selain barang tersebut harus ditarik dari kekuasaan pemberi gadai yang kemudian dikuasai penerima gadai juga disertai surat kuasa untuk memperpanjang atau mencairkan bila terjadi debitur cidera janji. Khusus gadai atas piutang, kreditur sebagai penerima gadai harus memberitahukan kepada cessus (si debitur dari piutang yang dialihkan).
Ratio dari penguasaan ini sebagai publikasi untuk umum bahwa hak kebendaan (jaminan) atas benda bergerak itu ada pada pemegang gadai. Untuk gadai saham jenis saham yang dapat digadaikan adalah saham yang tercatat di bursa dan termasuk dalam kelompok Blue Chip atau saham yang ditetapkan oleh perusahaan dan telah melalui proses know your customer (KYK) yang dilakukan oleh analis dan PEAB yang ditunjuk oleh Perum Pegadaian. Selama pinjaman tersebut belum dilunasi maka saham tersebut berada dibawah penguasaan Perum Pegadaian, sedangkan segala sesuatu yang dihasilkan atau manfaat dari saham
yang digadaikan tetap menjadi hak nasabah.

Dilihat dari definisi gadai sendiri, yang menjadi objek dari hak gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak yang dimaksudkan meliputi benda bergerak yang berwujud (lichamelijke zaken) dan benda bergerak yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang yang berwujud surat-surat berharga. Surat-surat berharga ini dapat berupa :
1. Atas bawa (aan toonder), yang memungkinkan pembayaran uang kepada siapa saja yang membawa surat-surat itu seperti saham dan obligasi, cara mengadakan gadai itu ialah dengan cara menyerahkan begitu saja surat-surat berharga tersebut kepada kreditur pemegang gadai.
2. Atas perintah (aan order), yang memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang disebut dalam surat seperti wesel, cek, aksep, promes, cara mengadakan gadai masih diperlukan penyebutan dalam surat berharga tersebut bahwa haknya dialihkan kepada pemegang gadai (endossement menurut pasal 1152 bis KUHPerd). Di samping endossement, surat-surat berharga tersebut harus diserahkan kepada pemegang gadai.
3. Atas nama (op naam), yang memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang namanya disebut dalam surat itu, maka cara mengadakan gadai menurut pasal 1153 KUH Perdata adalah bahwa hal menggadaikan ini harus diberitahukan kepada orang yang berwajib membayar uang. Dan orang yang wajib membayar ini dapat menuntut supaya ada bukti tertulis dari pemberitahuan dan izin pemberi gadai.

B. Subjek Gadai

Seperti halnya perbuatan-perbuatan hukum yang lain, pemberi  dan penerima gadai hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum, akan tetapi, bagi pemberi gadai ada syarat lagi yaitu ia harus berhak mengasingkan (menjual,
menukar, menghibahkan dan lain-lain) benda yang digadaikan. Pasal 1152 ayat (4) KUH Perdata menentukan bahwa kalau kemudian ternyata pemberi gadai tidak berhak untuk mengasingkan benda itu, gadai tidak bisa dibatalkan, asal saja penerima gadai betul-betul mengira bahwa pemberi gadai adalah berhak memberi gadai itu. Kalau penerima gadai mengetahui atau seharusnya dapat menyangka bahwa pemberi gadai tidak berhak memberi  gadai, penerima gadai tidak mendapat perlindungan hukum dan hak gadai harus dibatalkan. 

3. Hak-Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai dan Hapusnya Gadai
A. Hak-Hak Pemegang Gadai

Hak-hak pemegang gadai adalah :
1. Hak untuk menahan benda yang digadaikan selama sebelum dilunasi hutang pokoknya, bunganya dan biaya-biaya lainnya oleh debitur.
2. Hak untuk mendapatkan pembayaran piutangnya dari pendapatan penjualan benda yang digadaikan, apabila debitur tidak menepati kewajibannya. Penjualan benda yang digadaikan dapat dilakukan sendiri oleh pemegang gadai dan dapat pula dengan perantaraan hakim.
3. Hak minta ganti biaya-biaya yang telah dikeluarkannya untuk memelihara benda yang digadaikan itu.
4. Pemegang gadai mempunyai hak untuk menggadaikan lagi benda yang dijadikan jaminan, bila mana hal itu sudah menjadi kebiasaan, seperti menggadaikan surat-surat sero atau obligasi.
5. Dalam melaksanakan hak gadai secara menjual benda yang dijaminkan, pemegang gadai berhak untuk didahulukan menerima pembayaran piutangnya sebelum piutang-piutang lainnya, kecuali biaya-biaya lelang, biaya-biaya pemeliharaan agar barang itu tidak rusak atau musnah.

B. Kewajiban-Kewajiban Pemegang Gadai

Kewajiban-kewajiban pemegang gadai adalah:
1. Pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau berkurangnya harga barang yang digadaikan jika hal itu disebabkan oleh kelalaiannya.
2. Pemegang gadai harus memberitahukan kepada pemberi gadai  bilamana ia hendak menjual barang yang digadaikan kepadanya.
3. Pemegang gadai harus memberikan perhitungan tentang pendapatan penjualan benda yang digadaikan dan setelah mengambil pelunasan piutangnya ia harus menyerahkan kelebihannya kepada pemberi gadai.
4. Pemegang gadai harus mengembalikan benda yang digadaikan bila mana hutang pokok, bunga dan biaya untuk memelihara benda yang digadaikan telah lunas dibayar oleh debitur.

C.  Sebab-Sebab Hapusnya Gadai

Yang menjadi sebab hapusnya gadai :
1. Karena hapusnya perjanjian peminjaman uang.
2. Karena perintah pengembalian benda yang digadaikan lantaran penyalahgunaan dari pemegang gadai.
3. Karena benda yang digadaikan dikembalikan dengan kemauan sendiri oleh pemegang gadai kepada pemberi gadai.
4. Karena pemegang gadai lantaran sesuatu sebab menjadi pemilik benda yang digadaikan.
5. Karena dieksekusi oleh pemegang gadai.
6. Karena lenyapnya benda yang digadaikan.
7. Karena hilangnya benda yang digadaikan. 






BAB III
 KESIMPULAN

Dari makalah tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa gadai terjadi karena adanya unsur-unsur timbulnya  hak debitur  yang  disebabkan perikatan utang-piutang, dan adanya penyerahan benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud sebagai jaminan yang diberikan oleh kreditur. Obyek dari gadai adalah benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dan yang menjadi subyek dari hak gadai adalah penerima hak gadai (debitur) dan pemberi hak gadai (kreditur), dan secara hukum orang yang tidak cakap dalam perbuatan hukum tentu saja tidak bisa melakukan hubungan hukum gadai.
Untuk menjaminnya agar gadai bisa dilaksanakan secara benar, sehingga tidak terjadi sengketa di kemudian hari tentu saja si penerima gadai harus memahami  dan melaksanakan kewajibannya,  dan si pemberi gadai harus juga mengerti apa yang menjadi hak si penerima gadai.



Daftar Pustaka

-H.Riduan Syahrani, S.H., Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Cet. 1-Bandung : Alumni, 2006
-Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerd), - Cet. 38-Jakarta : Pradnya Paramita, 2007
- Purwahid Patrik dan Kashadi, 2006, Hukum Jaminan edisi Revisi Dengan UUHT, Fakultas HukumUniversitas Diponegoro, Semarang
- Mariam Darus Badrulzaman, 1981, Bab-Bab Tentang Credit Verband, Gadai, dan fidusia. Alumni, Bandung.
-J. Satrio, 1993, Hukum Jaminan, Hak- Hak Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
                                      





[1] Purwahid Patrik dan Kashadi, 2006, Hukum Jaminan edisi Revisi Dengan UUHT, Fakultas HukumUniversitas Diponegoro, Semarang, hal.13. 
[2] Mariam Darus Badrulzaman, 1981, Bab-Bab Tentang Credit Verband, Gadai, dan fidusia. Alumni, Bandung, hal 57.
[3] J. Satrio, 1993, Hukum Jaminan, Hak- Hak Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 109

No comments:

Post a Comment